Anak perempuan berusia delapan tahun, Sylvia dari sebuah desa
di Tanzania bertekad kuat untuk mendapatkan pendidikan dan setiap hari
harus berjalan kaki setengah jam dengan melalui rintangan yang berbahaya
untuk sampai ke sekolah.
Ia berasal dari keluarga miskin yang membeli sepasang sepatu
saja tidak mampu. Tetapi dia masih beruntung dibandingkan 29 juta anak
lain yang putus sekolah di Afrika.
Ibu Sylvia menikah lagi saat ia masih muda setelah
ayahnya meninggal dunia. Keluarganya tinggal di tengah lahan pertanian,
lebih 300km dari kota utama, Dar el Salaam.
Data PBB menunjukkan kenaikan jumlah anak perempuan yang
sekolah dari 54% menjadi 74% antara 1999-2008, tetapi 16 juta anak masih
putus sekolah. Pendidikan gratis mulai berlaku di Tanzania tahun 2001.
Ayah tirinya mungkin menganggap pengeluaran sekolah Sylvia
untuk membeli buku dan seragam sebagai beban tetapi Sylvia merasa bahwa
ini akan memberikan dampak positif untuk jangka panjang bagi
keluarganya.
Ia mengatakan bahwa cita-citanya adalah menjadi seorang guru.
Jarak sekolah Sylvia dari rumahnya adalah 7km. Saat menuju
jalan raya hanya dengan sepasang sandal jepit Sylvia harus melintasi
semak belukar yang menggores dan melukai kakinya. Selain itu dia harus
menemukan rute yang aman dari ular dan bahaya lainnya.
Di tengah hawa panas yang kering Sylvia melanjutkan
perjalanan di jalan berdebu yang dilalui kendaraan-kendaraan berat.
Sementara saat musim hujan jalan itu hampir tidak mungkin dilalui karena
berlumpur, ia bahkan sesekali harus melalui genangan air yang cukup
dalam karena kurangnya saluran pembuangan.
Jika ia ingin menghindari lalu lintas yang berbahaya di
jalan raya, ia harus berjalan di sepanjang rel kereta api yang tentu
saja berbahaya. Ancaman lain adalah penculikan yang dilakukan dengan
cara menawarkan tumpangan kepada anak-anak sekolah.
Ibunya selalu menyarankan untuk mengambil jalan lain di
dekat jalan raya. Tetapi semakin ia dewasa daerah ini menjadi lebih
berbahaya karena remaja perempuan bisa menjadi sasaran perkosaan. Jalur
ini dilalui oleh beberapa tahanan dari penjara terbesar di daerah itu
yang harus bekerja di ladang dekat sekolah Sylvia tiga bulan sebelum
dibebaskan.
"Meskipun saya tidak menikmati perjalanan ke sekolah dan
kadang-kadang saya merasa takut, saya akan melakukan apa pun untuk
mendapatkan pendidikan yang bagus," ujarnya kepada Plan International,
lembaga swadaya masyarakat yang memberikan bantuan untuk sekolahnya.
Kamis, 21 November 2013
Perjuangan Menuntut Ilmu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar